Kamis, 21 Januari 2016

JUJUR

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Hadist secara struktural maupun fungsional disepakati oleh mayoritas kaum muslimin dari berbagai mazhab sebagai sumber ajaran Islam. Keberadaan hadis menjadi media dalam memperjelas, bahkan merinci ajaran Islam. Hal itu karena hadis menjalankan fungsinya sebagai penjelas bagi Alquran, bahkan dalam hal-hal tertentu, hadis secara mandiri dapat berfungsi sebagai penetap hukum baru yang belum ditetapkan Alquran.
Kedudukan hadist yang secara struktural menempati urutan kedua sesudah Alquran sebagai sumber pokok hukum Islam, menyebabkan hadis yang akan kita pedomani haruslah jelas statusnya. Kehati-hatian akan kualitas kesahihan hadis menjadi hal yang mutlak sebelum kita menjadikannya sebagai sumber dan pedoman, apalagi dimaklumi bahwa dari segi periwayatan, hadis pada umumnya bersifat zhanni al-wurud. Dengan demikian, wajarlah ketika sejarah mencatat bahwa hadis dengan keberadaannya itu, semenjak masa Nabi saw. telah menjadi dan menyita perhatian, khususnya para sahabat dan umumnya bagi kalangan tabi’in dan atba’ al-tabi’in hingga sekarang.
Salah satu bentuk perhatian mereka itu tertuang dalam tindakan-tindakan selektif terhadap penerimaan hadis, dengan cara membuat dan menerapkan kaidah-kaidah kesahihan sanad hadis.
Dalam kaitan dengan pemahaman hadis, syarah hadis memiliki posisi tersendiri, karena dimaklumi bahwa walaupun hadis secara fungsional sebagai penjelas (al-bayan) bagi Alquran, namun tidaklah berarti bahwa hadis Nabi saw. seluruhnya adalah qath’i al-dilalah. Kata atau kalimat yang digunakan dalam matan hadis antara lain ada yang mujmal (global), musykil (sulit), khafi (implisit) dan atau mutasyabih (samar-samar).
Hadis yang akan menjadi objek kajian dalam makalah ini adalah hadis dari al-Bukhari yang terkait dengan pentingnya kejujuran. Pemakalah mencoba mengangkat tema tersebut dengan kegiatan penelitian terhadap sanad dan matan hadis di atas, sehingga terungkap kualitasnya dan selanjutnya terkait dengan dapat tidaknya hadis tersebut menjadi hujjah.


PEMBAHASAN

A.    Pengertian Jujur
Jujur yaitu kesesuaian antara ucapan dengan kenyataan.[1]
الصِّدْقُ  : Dalam  ucapan berarti lawan dari bohong Dalam niat berarti ikhlas; dalam janji  berarti menepatinya; dalam kelakuan berarti tidak melakukan kejahatan; baik secara sembunyi-sembunyi maupun zahir. Kalau dalam berbagai hal shiddiq (benar) Dinamakan  الصِّدِّيْقُtetapi kalau benar dalam berbagai sifat saja dinamakan الصَّادِقُ.
B.     Hadits Tentang Jujur
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ أَبِى وَائِلٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ - رضى الله عنه - عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يَكُونَ صِدِّيقًا ، وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ ، حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
C.    Sanad Hadits
Rounded Rectangle: حَدَثَنَا جرير
Rounded Rectangle: عَنْ منصور
 



D.    Mufradat
الصِدْقَ             = Kejujuran
يَهْدِى إِلَى        = membawa kepada
الْبِرِ                   = Kebaikan
الْجَنةِ                = Surga
الرجُلَ               = Seseorang

E.     Arti Hadits
Artinya:
“Usman bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, Jarir menceritakan pula kepada kami dari Mansur, dari Abi Wail, dari Abdullah, dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda: Sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga. Seseorang akan selalu bertindak jujur sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu membawa kepada kejahatan dan kejahatan itu membawa ke neraka. Seseorang akan selalu berdusta sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.(HR.Bukhari dan Muslim)
F.     Penjelasan Hadits Tentang Jujur dalam Pendidikan
Setiap akhlak yang baik, bisa diusahakan dengan membiasakannya dan bersungguh-sungguh menekuninya, serta berusaha mengamalkannya, sehingga pelakunya mencapai kedudukan yang tinggi, naik dari tingkatan pertama kepada yang lebih tinggi darinya dengan akhlaknya yang baik. Karena itulah, Rasulullah bersabda:
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ. وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيْقًا
"Kamu harus selalu bersifat jujur, maka sesungguhnya kejujuran menunjukkan kepada kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan membawa ke surga. Dan senantiasa seseorang bersifat jujur dan menjaqa kejujuran, sehingga ia ditulis di sisi Allah  sebagai orang yang jujur."[2]
            Di antara pengaruh kejujuran adalah teguhnya pendirian, kuatnya hati, dan jelasnya persoalan, yang memberikan ketenangan kepada pendengar. Dan di antara tanda dusta adalah ragu-ragu, gagap, bingung, dan bertentangan, yang membuat pendengar merasa ragu dan tidak tenang. Dan karena itulah:
فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِيْنَةٌ وَالْكَذِبَ رِيْبَةٌ
"Maka sesungguhnya jujur adalah ketenangan dan bohong adalah keraguan."[3]
          Berapa banyak orang yang suka membual menjadi celaka dalam membuat-buat pembicaraan untuk menarik perhatian, dan dalam membuat cerita untuk membuat orang-orang tertawa. Lalu mereka kembali dengan perasaan senang dan ia kembali dengan dosa berbohong. Maka ia menjadi binasa, sebagaimana disebutkan dalam hadits:
وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ بِاْلحَدِيْثِ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ, فَيَكْذِب, وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ.
"Celaka bagi orang yang berbicara untuk membuat orang-orang tertawa, lalu ia berbohong, celakalah baginya, celakalah baginya."[4]
Maka dari itu, dapat kita ambil hikmahnya bahwa kejujuran ini sangat penting bukan hanhya dipendidikan saja, melainkan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila kita jujur, kita mendapatkan ketenangan hati, jiwa, rohani, serta pikiran kita, dan sangat jauh dari kegelisahan, keragu-raguan, serta terutama lagi jauh dari sifat tercela (dusta) maupun dosa.
            Seandainya kita tidak jujur dalam pendidikan, comtoh hal kecil seperti kita berbohong kepada teman sekelas, 1x kita berbohong, semua oranglah yang kita bohongi, karena sekali berbohong (tidak jujur), bohong tersebut akan terus berlanjutan. Apalagi kalau kita membohongi orang tua atau guru kita sendiri, ketidakjujuran itulah yang dapat merusak kepercayaan orang lain kepada kita.

G.    Bentuk-bentuk Jujur

1.      Jujur dalam perkataan
Setiap orang harus menjaga perkataannya, tidak berkata kecuali hanya yang benar secara jujur. Jujur dalam perkataan merupakan jenis jujur yang paling terkenal dan jelas. Kemudian seseorang juga harus menghindari dari perkataan yang dibuat-buat, karena hal ini termasuk jenis dusta.[5] Dan jika seseorang mengabarkan suatu urusan, maka dia tidak akan mengabarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan, karena bicara dusta termasuk satu jenis tanda kemunafikan.[6] Jadi, perkataan-perkatan yang memang tidak patut untuk diucapkan atau perkataan dusat maka hal ini harus dihindari. Sebab ini adalah perbuatan yang tidak baik

2.      Jujur dalam bermuamalah.
Seorang muslim jika bermuamalah dengan seseorang maka dia akan selalu jujur dalam bermuamalah dengannya, sehingga dia tidak akan menipu dan membohonginya, tidak juga memalsukan sesuatu. Intinya adalah dia tidak akan menipu dalam keadaan bagaimanapun.

3.      Jujur dalam berjanji.
Seorang muslim jika menjanjikan sesuatu kepada seseorang, maka ia akan selalu menepati janjinya, karena menyelisihi janji merupakan termasuk tanda kemunafikan.

4.      Jujur dalam penampilan.
Seorang muslim tidak akan menampakkan sesuatu yang bukan aslinya. Dia juga tidak akan menampakkan sesuatu yang menyelisihi apa yang ada dalam batinnya, sehingga jika dia berpakaian, dia tidak akan memakai pakaian kepalsuan, tidak berbuat riya’, dan tidak juga membebani dirinya dengan sesuatu yang bukan miliknya.[7]

5.      Jujur dalam amal.
Artinya harus menyelaraskan antara yang tersembunyi dan yang tampak, agar amal-amalnya yang zahir tidak terlalu menampakkan kekhusyu’an atau sejenisnya, dengan mengalahkan apa yang ada di dalam batinnya. Tetapi untuk batin harus kebalikannya. Muntharrif berkata, “Jika apa yang tersembunyi di dalam batin seseorang selaras dengan apa yang tampak, maka Allah berfirman, ‘Inilah hamba-Ku yang sebenarnya;.”[8] 


KESIMPULAN

Salah satu sifat yang meningkatkan derajat seseorang di sisi Allah SWT, dan juga dalam pandangan manusia adalah akhlak terpuji
Akhlak berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat., berakhlak terpuji berarti memiliki budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat yang baik sedangkan berakhlak tercela berati memiliki budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat yang buruk.
Sebagai makhluk yang sempurna manusia harus berakhlak terpuji agar selamat di dunia dan akhirat, orang yang baik akhlaknya maka akan disenangi oleh Allah, lingkungan keluarga bahkan lingkungan masyarakat. Rasulullah SAW merupakan contoh yang nyata yang selalu berakhlak mulia baik kepada kawan maupun lawannya sehingga beliau sangat di senangi oleh semua orang dan semua kalangan sampai akhirnya dakwah beliau sangat sukses.
Salah satu akhlak terpuji adalah berbuat jujur karena kejujuran akan membawa kepada kebaikan Sebagaimana diterangkan dalam hadis Nabi bahwa berbagai kebaikan dan pahala akan diberikan kepada orang yang jujur, baik di dunia maupun di akhirat. Ia akan dimasukan ke dalam surga dan mendapat gelar yang sangat terhormat, yaitu siddiq, artinya orang yang sangat jujur dan benar.

DAFTAR PUSTAKA

HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi, isnadnya hasan (Jami' al-Ushul 10/599 no.8186).
HR. Al-Bukhari, Muslim, al-Muwaththa`, Abu Daud, dan at-Tirmidzi, dan ini adalah lafazhnya (Jami' al-Ushul 6/442, hadits no. 4641
HR. At-Tirmidzi dengan lafazhnya, dan isnadnya shahih (Jami' al-Ushul 6/442 no.4642
Ibnu Qudamah, Minhajul Qasidin Jalan Orang-orang yang Mendapat Petunjuk, Jakarta Timur, Pustaka Al-Kautsar, 2013
Musthafa Murad, Minhajul Mukmin, Solo, Pustaka Arafah, 2011




[1] Musthafa Murad, Minhajul Mukmin, (Solo, Pustaka Arafah, 2011), hlm. 257.
[2] HR. al-Bukhari, Muslim, al-Muwaththa`, Abu Daud, dan at-Tirmidzi, dan ini adalah lafazhnya (Jami' al-Ushul 6/442, hadits no. 4641.
[3] HR. at-Tirmidzi dengan lafazhnya, dan isnadnya shahih (Jami' al-Ushul 6/442 no.4642).
[4] HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi, isnadnya hasan (Jami' al-Ushul 10/599 no.8186).
[5] Ibnu Qudamah, Minhajul Qasidin Jalan Orang-orang yang Mendapat Petunjuk, (Jakarta Timur, Pustaka Al-Kautsar, 2013), hlm.  465.
[6] Musthafa Murad, Op., Cit., hlm. 258.
[7] Ibid.,
[8] Ibnu Qudamah,. Op., Cit., hlm. 466.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar