PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hadist secara struktural
maupun fungsional disepakati oleh mayoritas kaum muslimin dari berbagai mazhab
sebagai sumber ajaran Islam. Keberadaan hadis menjadi media dalam memperjelas,
bahkan merinci ajaran Islam. Hal itu karena hadis menjalankan fungsinya sebagai
penjelas bagi Alquran, bahkan dalam hal-hal tertentu, hadis secara mandiri
dapat berfungsi sebagai penetap hukum baru yang belum ditetapkan Alquran.
Kedudukan hadist yang secara struktural
menempati urutan kedua sesudah Alquran sebagai sumber pokok hukum Islam,
menyebabkan hadis yang akan kita pedomani haruslah jelas statusnya.
Kehati-hatian akan kualitas kesahihan hadis menjadi hal yang mutlak sebelum
kita menjadikannya sebagai sumber dan pedoman, apalagi dimaklumi bahwa dari
segi periwayatan, hadis pada umumnya bersifat zhanni al-wurud.
Dengan demikian, wajarlah ketika sejarah mencatat bahwa hadis dengan
keberadaannya itu, semenjak masa Nabi saw. telah menjadi dan menyita perhatian,
khususnya para sahabat dan umumnya bagi kalangan tabi’in dan atba’ al-tabi’in
hingga sekarang.
Salah satu bentuk
perhatian mereka itu tertuang dalam tindakan-tindakan selektif terhadap
penerimaan hadis, dengan cara membuat dan menerapkan kaidah-kaidah kesahihan sanad hadis.
Dalam kaitan dengan
pemahaman hadis, syarah hadis memiliki posisi tersendiri, karena dimaklumi
bahwa walaupun hadis secara fungsional sebagai penjelas (al-bayan) bagi
Alquran, namun tidaklah berarti bahwa hadis Nabi saw. seluruhnya adalah qath’i
al-dilalah. Kata atau kalimat yang digunakan dalam matan hadis antara lain ada yang mujmal (global),
musykil (sulit), khafi (implisit) dan atau mutasyabih (samar-samar).
Hadis yang akan menjadi
objek kajian dalam makalah ini adalah hadis dari al-Bukhari yang terkait dengan
pentingnya kejujuran. Pemakalah mencoba mengangkat tema tersebut dengan
kegiatan penelitian terhadap sanad dan matan hadis di atas, sehingga terungkap
kualitasnya dan selanjutnya terkait dengan dapat tidaknya hadis tersebut
menjadi hujjah.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Jujur
الصِّدْقُ : Dalam
ucapan berarti lawan dari bohong Dalam niat berarti ikhlas; dalam
janji berarti menepatinya; dalam
kelakuan berarti tidak melakukan kejahatan; baik secara sembunyi-sembunyi
maupun zahir. Kalau dalam berbagai hal shiddiq (benar) Dinamakan الصِّدِّيْقُtetapi kalau
benar dalam berbagai sifat saja dinamakan الصَّادِقُ.
B.
Hadits Tentang
Jujur
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ
مَنْصُورٍ عَنْ أَبِى وَائِلٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ - رضى الله عنه - عَنِ
النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى
الْبِرِّ ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ ، وَإِنَّ الرَّجُلَ
لَيَصْدُقُ حَتَّى يَكُونَ صِدِّيقًا ، وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى
الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ ، وَإِنَّ الرَّجُلَ
لَيَكْذِبُ ، حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
C.
Sanad Hadits
D.
Mufradat
الصِدْقَ = Kejujuran
يَهْدِى إِلَى = membawa kepada
الْبِرِ =
Kebaikan
الْجَنةِ = Surga
الرجُلَ = Seseorang
E.
Arti Hadits
Artinya:
“Usman bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, Jarir menceritakan
pula kepada kami dari Mansur, dari Abi Wail, dari Abdullah, dari Nabi saw.
bahwa beliau bersabda: “Sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada
kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga. Seseorang akan selalu bertindak
jujur sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan
sesungguhnya dusta itu membawa kepada kejahatan dan kejahatan itu membawa ke
neraka. Seseorang akan selalu berdusta sehingga ia ditulis di sisi Allah
sebagai pendusta.”(HR.Bukhari dan Muslim)
F.
Penjelasan
Hadits Tentang Jujur dalam Pendidikan
Setiap akhlak yang baik, bisa diusahakan dengan membiasakannya dan
bersungguh-sungguh menekuninya, serta berusaha mengamalkannya, sehingga
pelakunya mencapai kedudukan yang tinggi, naik dari tingkatan pertama kepada
yang lebih tinggi darinya dengan akhlaknya yang baik. Karena itulah, Rasulullah
bersabda:
عَلَيْكُمْ
بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي
إِلَى الْجَنَّةِ. وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ
حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيْقًا
"Kamu harus selalu bersifat jujur, maka sesungguhnya
kejujuran menunjukkan kepada kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan membawa ke
surga. Dan senantiasa seseorang bersifat jujur dan menjaqa kejujuran, sehingga
ia ditulis di sisi Allah sebagai orang
yang jujur."[2]
Di antara pengaruh
kejujuran adalah teguhnya pendirian, kuatnya hati, dan jelasnya persoalan, yang
memberikan ketenangan kepada pendengar. Dan di antara tanda dusta adalah
ragu-ragu, gagap, bingung, dan bertentangan, yang membuat pendengar merasa ragu
dan tidak tenang. Dan karena itulah:
فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِيْنَةٌ وَالْكَذِبَ رِيْبَةٌ
"Maka sesungguhnya jujur adalah ketenangan dan bohong
adalah keraguan."[3]
Berapa
banyak orang yang suka membual menjadi celaka dalam membuat-buat pembicaraan
untuk menarik perhatian, dan dalam membuat cerita untuk membuat orang-orang
tertawa. Lalu mereka kembali dengan perasaan senang dan ia kembali dengan dosa
berbohong. Maka ia menjadi binasa, sebagaimana disebutkan dalam hadits:
وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ بِاْلحَدِيْثِ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ,
فَيَكْذِب, وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ.
"Celaka bagi orang yang berbicara
untuk membuat orang-orang tertawa, lalu ia berbohong, celakalah baginya,
celakalah baginya."[4]
Maka dari itu, dapat kita ambil hikmahnya
bahwa kejujuran ini sangat penting bukan hanhya dipendidikan saja, melainkan
dalam kehidupan sehari-hari. Apabila kita jujur, kita mendapatkan ketenangan
hati, jiwa, rohani, serta pikiran kita, dan sangat jauh dari kegelisahan,
keragu-raguan, serta terutama lagi jauh dari sifat tercela (dusta) maupun dosa.
Seandainya
kita tidak jujur dalam pendidikan, comtoh hal kecil seperti kita berbohong
kepada teman sekelas, 1x kita berbohong, semua oranglah yang kita bohongi,
karena sekali berbohong (tidak jujur), bohong tersebut akan terus berlanjutan.
Apalagi kalau kita membohongi orang tua atau guru kita sendiri, ketidakjujuran
itulah yang dapat merusak kepercayaan orang lain kepada kita.
G.
Bentuk-bentuk
Jujur
1.
Jujur dalam
perkataan
Setiap orang harus menjaga perkataannya, tidak berkata kecuali
hanya yang benar secara jujur. Jujur dalam perkataan merupakan jenis jujur yang
paling terkenal dan jelas. Kemudian seseorang juga harus menghindari dari
perkataan yang dibuat-buat, karena hal ini termasuk jenis dusta.[5]
Dan jika seseorang mengabarkan suatu urusan, maka dia tidak akan mengabarkan
sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan, karena bicara dusta termasuk satu
jenis tanda kemunafikan.[6]
Jadi, perkataan-perkatan yang memang tidak patut untuk diucapkan atau perkataan
dusat maka hal ini harus dihindari. Sebab ini adalah perbuatan yang tidak baik
2.
Jujur dalam
bermuamalah.
Seorang muslim jika bermuamalah dengan seseorang maka dia akan
selalu jujur dalam bermuamalah dengannya, sehingga dia tidak akan menipu dan membohonginya,
tidak juga memalsukan sesuatu. Intinya adalah dia tidak akan menipu dalam
keadaan bagaimanapun.
3.
Jujur dalam
berjanji.
Seorang muslim jika menjanjikan sesuatu kepada seseorang, maka ia
akan selalu menepati janjinya, karena menyelisihi janji merupakan termasuk
tanda kemunafikan.
4.
Jujur dalam
penampilan.
Seorang muslim tidak akan menampakkan sesuatu yang bukan aslinya.
Dia juga tidak akan menampakkan sesuatu yang menyelisihi apa yang ada dalam
batinnya, sehingga jika dia berpakaian, dia tidak akan memakai pakaian
kepalsuan, tidak berbuat riya’, dan tidak juga membebani dirinya dengan sesuatu
yang bukan miliknya.[7]
5.
Jujur dalam
amal.
Artinya harus menyelaraskan antara yang tersembunyi dan yang
tampak, agar amal-amalnya yang zahir tidak terlalu menampakkan kekhusyu’an atau
sejenisnya, dengan mengalahkan apa yang ada di dalam batinnya. Tetapi untuk
batin harus kebalikannya. Muntharrif berkata, “Jika apa yang tersembunyi di
dalam batin seseorang selaras dengan apa yang tampak, maka Allah berfirman, ‘Inilah
hamba-Ku yang sebenarnya;.”[8]
KESIMPULAN
Salah satu sifat yang meningkatkan derajat seseorang di sisi Allah
SWT, dan juga dalam pandangan manusia adalah akhlak terpuji
Akhlak berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.,
berakhlak terpuji berarti memiliki budi pekerti, perangai, tingkah laku atau
tabiat yang baik sedangkan berakhlak tercela berati memiliki budi pekerti,
perangai, tingkah laku atau tabiat yang buruk.
Sebagai makhluk yang sempurna manusia harus berakhlak terpuji agar selamat
di dunia dan akhirat, orang yang baik akhlaknya maka akan disenangi oleh Allah,
lingkungan keluarga bahkan lingkungan masyarakat. Rasulullah SAW merupakan
contoh yang nyata yang selalu berakhlak mulia baik kepada kawan maupun lawannya
sehingga beliau sangat di senangi oleh semua orang dan semua kalangan sampai
akhirnya dakwah beliau sangat sukses.
Salah satu akhlak terpuji adalah berbuat jujur karena kejujuran
akan membawa kepada kebaikan Sebagaimana diterangkan dalam hadis Nabi bahwa
berbagai kebaikan dan pahala akan diberikan kepada orang yang jujur, baik di
dunia maupun di akhirat. Ia akan dimasukan ke dalam surga dan mendapat gelar
yang sangat terhormat, yaitu siddiq, artinya orang yang sangat jujur dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
HR.
Abu Daud dan at-Tirmidzi, isnadnya hasan (Jami' al-Ushul 10/599 no.8186).
HR. Al-Bukhari,
Muslim, al-Muwaththa`, Abu Daud, dan at-Tirmidzi, dan ini adalah lafazhnya
(Jami' al-Ushul 6/442, hadits no. 4641
HR. At-Tirmidzi
dengan lafazhnya, dan isnadnya shahih (Jami' al-Ushul 6/442 no.4642
Ibnu
Qudamah, Minhajul Qasidin Jalan Orang-orang yang Mendapat Petunjuk, Jakarta
Timur, Pustaka Al-Kautsar, 2013
Musthafa
Murad, Minhajul Mukmin, Solo, Pustaka Arafah, 2011
[2]
HR. al-Bukhari, Muslim, al-Muwaththa`, Abu Daud, dan at-Tirmidzi, dan ini
adalah lafazhnya (Jami' al-Ushul 6/442, hadits no. 4641.
[3]
HR. at-Tirmidzi dengan lafazhnya, dan isnadnya shahih (Jami' al-Ushul 6/442
no.4642).
[4]
HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi, isnadnya hasan (Jami' al-Ushul 10/599 no.8186).
[5] Ibnu Qudamah, Minhajul Qasidin Jalan Orang-orang yang Mendapat
Petunjuk, (Jakarta Timur, Pustaka Al-Kautsar, 2013), hlm. 465.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar