BAB I
PENDAHULUAN
Pendidik merupakan seseorang yang berpartisipasi
dalam penyelenggaraan pendidikan, pendidik identik dengan seorang guru, namun
dalam arti yang luas pendidik tidak terbatas hanya pada seorang guru saja, misalnya seorang dosen, konselor,
pamong belajar, widyasuara, tutor, instuktur, fasilisator, juga dikatakan
sebagai seorang pendidik. Dalam analisa Zainal Efendi Hasibuan dari hadis-hadis Rasulullah SAW,
terdapat sejumlah istilah yang di gunakan untuk menyebut seorang guru yaitu Murabbi,
Mu’allim, Mudarris, Muzakki, Mursyid, dan Mutli.
Pendidik tidak hanya terpaku pada posisi guru saja,
namun orang tua merupakan pendidik yang
mempunyai tanggung jawab yang paling besar kepada anaknya. Dikatakan demikian,
karena orang tua merupakan pendidik yang paling berpengaruh besar terhadap
perkembangan maupun psikologi anak tersebut. Dalam sebuah hadist yang
menyatakan bahwa orang tua merupakan pendidik yang akan di mintai pertanggung
jawabannya tentang urusannya yakni anak didik.
Untuk lebih jelasnya dalam makalah ini akan dibahas lebih mendalam
mengenai tanggung jawab seorang pendidik menurut hadist. Dan dikemukakan pula
mengenai hadist-hadist yang berkenaan dengan tanggung jawab pendidik.
BAB II
TANGGUNG JAWAB PENDIDIK
A.
Pengertian Pendidik dalam Perspektif Islam
Secara umum, pendidik adalah orang yang bertanggung
Jawab untuk mendidik.[1]
Sedangkan secara etimologi, pendidik adalah orang yang melakukan bimbingan.
Pengertian ini memberi kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan
kegiatan dalam pendidikan.[2] Dalam
UU Sisdiknas No.20 tahun 2003, dijelaskan bahwa pendidik adalah tenaga
kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,
widyasuara, tutor, instruktur, fasilisator, dan sebutan lain yang sesuai dengan
kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Secara
bahasa pendidik adalah orang yang mendidik.
Pendidik dalam Islam ialah siapa saja yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam islam, orang yang
paling bertanggung jawab tersebut adalah orang tua (ayah dan ibu) anak didik.
Tanggung jawab itu di sebabkan sekurang-kurangnya ada dua hal yaitu:
1.
Kodrat: kedua orang tua di takdirkan menjadi orang
tua anaknya, dan karena itu di takdirkan pula bertanggung jawab mendidik
anaknya.
2.
Kepentingan kedua orang
tua: orang tua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya adalah
sukses orang tua.[3]
Sebagaimana sabda Rasul saw tentang tanggung jawab seorang pendidik :
أَخْبَرَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ حَدَّثَنَا
الأَوْزَاعِىُّ حَدَّثَنِى هَارُونُ بْنُ رِئَابٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
مَسْعُودٍ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ رَسُولُ اللهِ صلى
الله عليه وسلم: ))اغْدُ عَالِماً أَوْ مُتَعَلِّماً أَوْ مُسْتَمِعاً أَوْ مُحِبًّا،
وَلاَ تَغْدُ فِيمَا بَيْنَ ذَلِكَ فَإِنَّ مَا بَيْنَ ذَلِكَ جَاهِلٌ ، وَإِنَّ
الْمَلاَئِكَةَ تَبْسُطُ أَجْنِحَتَهَا لِلرَّجُلِ غَدَا يَبْتَغِى الْعِلْمَ مِنَ
الرِّضَا بِمَا يَصْنَعُ((
B.
Makna Mufradat
اغْد : pergilah segera dan tujulah sehingga jadilah
عَالِماً : orang yang
berilmu (jamaknya ulama)
مُتَعَلِّماً : pendidik
مُسْتَمِعاً :
pendengar (pengkajian ilmu)
مُحِبًّا : pencinta ilmu
C.
Terjemah:
Bersumber dari Abdullah bin Mas’ud bahwasanya
Rasulullah saw bersabda: “Jadilah kamu orang yang alim atau seorang pendidik
atau pendengar atau pencinta (ilmu; ulama) dan janganlah kamu tidak menjadi
seorang di antara kesemuanya sebagai seorang yang bodoh, karena sesungguhnya
malaikat senantiasa membentangkan sayapnya untuk seorang yang menuntut ilmu.” H.R.
Thabrani
D.
Kandungan
Hadits
1.
Pengertian
Guru dan peranannya
Pendidik atau guru dalam islam adalah orang-orang yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya
mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa),
kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa). Pendidik berarti juga orang
dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan kepada peserta didiknya dalam
perkembangan dan rohaninya, agar menjadi tingkat kedewasaan, mampu berdiri
sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam memenuhi
tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah swt. Dan mampu melaksanakan tugas
sebagai makhluk social dan sebagai makhluk individu yang mandiri.[4]
Pendidik pertama dan utama adalah orang tua sendiri.
Mereka berdua yang bertanggunga jawab penuh atas kemajuan perkembangan anak
kandungnya, karena sukses tidaknya anak sangat tergantung kepada pengasuhan,
perhatian, dan pendidikannya. Kesuksesan anak kandung merupakan cermin atas
kesuksesan orang tua juga sebagaimana firman Allah swt:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً
وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا
يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ -٦-
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah
terhadap apa yang Dia Perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.” (Q.S. Al-tahrim: 6)
Pendidik dalam konteks ini adalah mereka yang memberikan pelajaran
peserta didik, yang memegang suatu mata pelajaran tertentu di sekolah. Orang
tua sebagai pendidik pertama dan utama terhadap anak-anaknya, tidak
selamanya memiliki waktu yang leluasa dalam mendidik anak-anaknya. Selain
karena kesibukan kerja, tingkat efektivitas dan efisiensi pendidikan tidak akan
baik jika pendidikan hanya dikelola selama alamiah. Oleh karena itu, anak
lazimnya dimasukkan kedalam lembaga sekolah. Penyerahan peserta didik ke lembaga
sekolah bukan berarti melepaskan tanggung jawab orang tua sebagai pendidik yang
pertama dan utama, tetapi orang tua tetap mempunyai saham yang besar dalam
membina dan mendidik anak kandungnya.[5]
Menurut Abuddin Nata, secara sederhana tugas pendidik
adalah mengarahkan dan membimbing para murid agar semakin meningkat
pengetahuannya, semkin mahir keterampilannya dan semakin terbina dan berkembang
potensinya. Sedangkan tugas pokok pendidik adalah mendidik dan mengajar.
Mendidik ternyata tidak semudah mengajar. Abuddin Nata juga merinci bahwa tugas
pokok guru (pendidik) adalah mengajar dan mendidik. Mengajar di sini mengacu
kepada pemberian pengetahuan (transfer of knowledge) dan melatih
keterampilan dalam melakukan sesuatu, sedngkan mendidik mengacu pada upaya
membina kepribadian dan karakter si anak dengan nilai-nilai tertentu, sehingga
nilai-nilai tersebut mewarnai kehidupannya dalam bentuk perilaku dan pola hidup
sebagai manusia yang berakhlak.
Sedangkan Ramayulis menguraikan tugas pendidik
sebagai waratsat al anbiya’ (pewarits nabi), pada hakikatnya mengemban rahmat
lil ‘alamin yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh
pada hokum-hukum Allah, guna memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Untuk
melaksanakan tugas dan ujian, pendidik harus bertitik tolak pada amar ma’ruf
nahi mungkar, menjadikan prinsip tauhid sebagai pusat kegiatan penyebarab
misi iman, islam dan ihsan, kekuatan yang dikembangkan oleh pendidik adalah
individualitas, social dan moral.
Adapun Usman menyoroti tugas guru dalam bidang
kemanusiaan di sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua.
Dia harus menarik simpati sehingga dia menjadi idola para siswanya. Pelajaran
apapun yang diberikan hendaknya dapat memotivasi bagi siswanya dalam belajar.
Sedangkan tugas guru dalam bagian lain adalah terhadap kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Pada bidang ini guru merupakan komponen strategis yang
memilih peran yang penting dalam menentukan gerak maju kehidupan bangsa.[6] Dalam buku Muhaimin dari hasil
telaah terhadap istilah-istilah guru dalam literature kependidikan Islam
ditemukan bahwa guru adalah orang yang memiliki fungsi dan karakteristik serta
tugas-tugas sebagai berikut :
FUNGSI GURU/ PENDIDIK SERTA
KARAKTERISTIK DAN TUGASNYA DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM
|
NO
|
FUNGSI GURU/ PENDIDIK
|
KARAKTERISTIK DAN TUGAS
|
|
1.
|
Ustadz
|
Orang yang berkomitmen terhadap
profesionalitas, yang melekat pada dirinya sikap dedikatif, komitmen terhadap
mutu proses dan hasil kerja, serta sikap
continuous improvement
|
|
2
|
Mu’allim
|
Orang yang menguasai ilmu dan
mampu mengembangkannya serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan,
menjelaskan dimensi teoretis dan praktisnya, atau sekaligus melakukan
transfer ilmu/ pengetahuan, internalisasi, serta amaliah (implementasi)
|
|
3
|
Murabby
|
Orang yang mendidik dan menyiapkan
peserta didik agar mampu berkreasi, serta mampu mengatur dan memelihara hasil
kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan
alam sekitarnya.
|
|
4
|
Mursyid
|
Orang yang mampu menjadi model
atau sentral identifikasi diri, atau menjadi pusat anutan, teladan dan
konsultan bagi peserta didiknya.
|
|
5
|
Mudarris
|
Orang yang memiliki kepekaan
intelektual dan informasi, serta memperbarui pengetahuan dan keahliannya
secara berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas
kebodohan mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat, minat dan
kemampuannya.
|
|
6
|
Mu’addib
|
Orang yang mampu menyiapkan
peserta didik untuk bertanggung jawab alam membangun peradaban yang
berkualitas di masa depan.
|
Dilihat dari
keenam karakteristik tersebut, maka karakteristik pertama mendasari
karakteristik lainnya. Dalam konteks pendidikan Nasional, tugas pokok guru yang
profesionaal adalah mendidik, mengajar dan melatih, yang ketiga-tiganya
diwujudkan dalam kesatuan kegiatan pembelajaran.Dalam konteks pendidikan Islam,
karakteristik ustadz (guru yang professional) selalu tercermin dalam segala
aktivitasnya sebagai murabbiy, mu’allim, mursyid, mudarris, dan mu’addib.
Dengan demikian, guru/ pendidik PAI yang professional adalah orang yang
menguasai ilmu pengetahuan (agama Islam) sekaligus mampu melakukan transfer pengetahuan
agama Islam, internalisasi, serta alamiah(implementasi); mampu menyiapkan
peserta didik agar tumbuh dan berkembang kecerdasan dan daya kreasinya untuk
kemaslahatan diri dan masyarakatnyaa; mampu menjadi model / sentral identifikasi diri dan konsultan bagi peserta
didiknya; memiliki kepekaan informasi, intelektual dan moral-spiritual serta
mampu mengembangkan bakat, minat dan kemampuan peserta didik; dan mampu
menyiapkan peserta didik untuk bertanggung jawab dalam membangun peradaban yang
diridhai oleh Allah.[7]
2.
Karakteristik
Guru
Pendidik adalah profil manusia yang setiap
hari didengar perkataannya, dilihat dan mungkin ditiru perilakunya oleh
murid-muridnya di sekolah. Oleh karena itu, seorang pendidik harus memenuhi
syarat-syarat berikut :
a. Beriman kepada Allah Allah swt dan beramal
saleh
b. Menjalankan ibadah dengan taat
c. Memiliki sikap pengabdian yang tinggi kepada
dunia pendidikan
d. Ikhlas dalam menjalankan tugasnya
e. Menguasai ilmu yang diajarkan kepada anak
didiknya
f.
Profesional dalam menjalankan tugasnya
g. Tegas dan berwibawa dalam menghadapi masalah
yang dihadapi[8]
Syaikh
Ahmad Al-Rifa’i mengungkapkan, bahwa seseorang bisa dianggap sah untuk
dijadikan sebagai pendidik dalam pendidikan islam apabila memenuhi dua
kriteria:[9]
(1) Alim;
yaitu mengetahui betul tentang segala ajaran dan syari’ahnya Nabi Muhammad saw,
sehingga dia kan mampu mentransformasikan ilmu yang komprehensif.
(2) Adil
riwayat; yaitu tidak pernah mengerjakan satupun dosa besar dan mengekalkan
dosa kecil, seorang pendidik tidak boleh fasik, sebab pendidik tidak hanya
bertugas mentranformasikan ilmu kepada anak didiknya namun juga pendidik harus
mampu menjadi contoh dan suri tauladan bagi seluruh peserta didiknya.
Imam Al-Ghazali menyusun
sifat-siafat yang harus dimiliki seorang pendidik adalah:[10]
a.
memandang murid seperti anaknya
sendiri
b.
tidak mengharapkan upah atau pujian,
tetapi mengaharapkan keridhoan Allah dan berorientasi mendekatkan diri
kepada-Nya
c.
memberi nasehat dan bimbingan kepada
murid bahwa tujuan menuntut ilmu ialah mendekatkan diri kepada Allah
d.
menegur murid yang bertingkah laku
buruk dengan kasih saying;
e.
tidak fanatic terhadap bidang study
yang diasuhnya;
f.
memperhatikan fase perkembangan
berpikir murid;
g.
memperhatikan murid yang lemahdengan
memberinya pelajaran yang mudah dan jelas, dan;
h.
mengamalkan ilmu.
Sedangkan Abdurrahman An-Nahlawi
menjelaskan bahwa karakteristik tugas seorang pendidik adalah mengkaji dan
mengajarkan ilmu illahi, sesuai dengan firman Allah swt:
مَا
كَانَ لِبَشَرٍ أَن يُؤْتِيَهُ اللّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ
ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُواْ عِبَاداً لِّي مِن دُونِ اللّهِ وَلَـكِن
كُونُواْ رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنتُمْ
تَدْرُسُونَ –
٧٩-
“Tidak mungkin
bagi seseorang yang telah Diberi kitab oleh Allah, serta hikmah dan kenabian,
kemudian dia berkata kepada manusia, “Jadilah kamu penyembahku, bukan penyembah
Allah,” tetapi (dia berkata), “Jadilah kamu pengabdi-pengabdi Allah, karena
kamu mengajarkan kitab dan karena kamu mempelajari-nya!”
Adapun pendapat dari Syamsul Nizar yang merinci karakteristik tugas
seorang pendidik ialah sebagai berikut:
a.
sebagai pengajar (instruksional);
bertugas merencanakan program pengajaran
b.
sebagai pendidik (educator);
c.
sebagai pemimpin (managerial).[12]
Maka dapat disimpulkan bahwa
karakteristik seorang pendidik tidak hanya mengajar dan mendidik semata, tetapi
juga sebagai pembimbing yang mampu mangarahkan peserta didiknya menjadi manusia
paripurna atau insan kamil. Dan seorang pendidik tidak hanya dituntut
untuk menjadikan peserta didiknya untuk berilmu pengetahuan saja, tetapi juga
berakhlak mulia, sehingga peserta didik tersebut dapat berinteraksi dalam
kehidupan sosialnya.
3. Kedudukan dan Keutamaan Guru
Keutamaan
seorang pendidik terletak pada tugas yang diembannya. Tugas yang diemban
seorang pendidik hampir sama dengan tugas seorang Rasul.[13]
Adapun keutamaan pendidik dalam ajaran Islam adalah bahwa pendidik atau guru
sangat dihargai kedudukannya. Kedudukan seorang guru atau pendidik telah
dijelaskan oleh Allah maupun oleh Rasulnya dalam Al-Qur’an surat Mujadalah ayat 11:
يَرۡفَعِ
ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٖۚ
“niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”
Berdasarkan firman Allah swt tersebut membuktikan bahwa
begitu tingginya kedudukan bagi orang mempunyai ilmu pengetahuan seperti guru
yang profesional yang telah memenuhi syarat –syarat yang telah ditentukan.[14]
Hal ini beralasan bahwa dengan pengetahuan dapat menghantarkan manusia
untuk selalu berpikir dan menganalisa hakikat
semua fenomena yang ada pada alam, sehingga mampu membawa manusia semakin dekat
dengan Alllah. Dan dengan kemampuan yang ada pada manusia terlahir teori-teori
untuk kemaslahatan manusia. [15]
E.
Tugas Pendidik
1.
Tugas guru secara professional
Agar guru dapat
menunaikan tugasnya dengan baik dan dapat bertindak sebagai tenaga pengajar
yang professional, maka ia harus memmilki berbagai kompetensi keguruan dalam
melaksanakan fungsinya sabagai guru. Sebagaiaman sabda Rasul saw: “apabila
suatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.” Hal
ini sejaaln dengan firman Allah yang artinya:”bekerjalah kamu menurut
keahlianmu sekalian”.
Pada dasarnya
guru harus memiliki 3 kompetensi, yaitu:
a.
Kompetensi Kepribadian
Setiap guru
mempunyai kepribadian tersendiri yang tidak sama dengan guru yang lainnya
walaupun mereka sama-sama memiliki pribadi keguruan.
b.
Kompetensi atas bahan pengajaran
Penguasaan yang
mengarah kepada spesialisasi (takhassus) atas ilmu atau
kecakapan/pengetahuan yang diajarkan, serta penguasaan yang meliputi bahan
bidang study sesuai dengan kurikulum.
c.
Kompetensi dalam cara mengajar
Kompetensi ini
meliputi:
1.
Merencanakan atau menyusun setiap
program satuan pelajaran
2.
Mempergunakan dan mengembangkan mdia
pendidikan
3.
Mengembangkan dan mempergunakan
semua metode-metode mengajar.
Ketiga aspek kompetensi tersebut harus berkembang secara selaras
dan tumbuh terbina dalam kepribadian guru. Dengan demikian itu dapat diharapkan
daripadanya untuk mengarahkan segala kemampuan dalam mengajar secara
profesional dan efektif. [16]
F.
Tugas Guru
dalam dunia pendidikan
1.
Sebagai orang
yang mengkomunikasikan ilmu pengetahuan.
Dengan tugasnya ini, maka guru harus memiliki pengetahuan yang
mendalam tentang bahan yang diajarkannya. Sebagai tindak lanjut dari tugas
tersebut, maka seorang tidak boleh berhenti belajar, karena pengetahuan yang
diberikan kepada anak didiknya harus terlebih dahulu dia mempelajarinya. Hal
ini sesuai dengan hadis yang artinya: ”Sampaikanlah (pengetahuan) dariku
walau hanya satu ayat.”
2.
Sebagai
model/teladan
Bidang study yang diajarkan guru merupakan sesuatu yang berguna dan
dipraktekannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga guru tersebut menjadi model
atau contoh nyata. Hal ini akan lebih Nampak pada pelajaran akhla, keimanan,
kebersihan, dan sebagainya. Jika guru sendiri tidak memperlihatkan keindahan
dan manfaat pelajaran yang dijarkannya, jangan diharapkan anak didiknya akan
menunjukkan antusias terhadap pelajaran tersebut.
3.
Sebagai
penggerak (Motivator Msyarakat)
Guru hendaknya menyatu dengan masyarakat dimana ia hidup dan dapat
mengontrol anak didik dalam kehidupan masyarakat. Seorang guru harus
memperhatikan kepentingan umum, dan juga guru harus memperhatikan enampilan
fifik maupun penampilan moralnya. Guru pun harus memberi motvasi kepada
masyarakat dalam belajar dan bekerja.[17]
G.
Tugas Guru
dalam Proses Belajar-Mengajar
1.
Sebagai
demonstrator
Sebagai seorang demonstrator, lecturer, atau pengajar, guru
hendaknya menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta
senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkankemampuannya dalam hal ilmu
yang dimilikinya karena hal ini sangat menetukan hasil belajar yang akan
dicapai oleh siswa.
2.
Sebagai
mediator dan fasilitator
Sebagai mediator guru hendaknya meiliki pengetahuan dan pemahaman
yang cukup tentang media pendidikan, karena media pendidikan merupakan alat
komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. Dengan demikian,
media pendidikan merupakan dasar yang sangat penting yang bersifat melengkapi
dan merupakan bagian integral demi berhasilnya proses pendidikan dan pengajaran
di sekolah.
Sebagai mediator, guru pun sebagai perantara dalam hubungan antar
manusia. Untuk keperluan itu, guru harus terampil menggunakan pengetahuan
tentang bagaimana orang berinteraksi dan berkomunikasi. Tujuannya agar guru
dapat menciptakan secara maksmal kualitas lingkungan yang unteraktif.
Sedangkan sebagai facilitator, guru hendaknya mampu mengusahakan
sumber balajar yang berguna serta dapat menunjang pencapaian tujuan dan proses
belajar-mengajar, baik yang berupa narasumber, buku teks, majalah, ataupun
surat kabar.
3.
Sebagai
Evaluator
Setiap jenis
pendidikan atau bentuk pendidikan pada waktu-waktu tertentu selama satu periode
pendidikan, akan selalu diadakan evaluasi, artinya pada waktu-waktu tertentu
selama satu periode pendidikan selalu mengadakan penelitian terhadap hasil yang
dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun pendidik. Demikian pula dalam satu
kali proses belajar-mengajar guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang
baik. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah
dirumuskan itu sudah tercapai atau belum, dan apakah materi yang telah
diajarkan itu sudah cukup tepat. Semua pertanyaan itu akan diawab melalui
kegiatan evaluasi atau penilaian.[18]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidik
adalah orang yang melakukan bimbingan, hal ini berarti pendidik dapat diartikan
sebagai orang yang melakukan kegiatan dalam pendidikan. Pendidik tidak hanya
terpaku pada guru yang kita kenal selama ini, namun orang tua juga dikatakan
sebagai pendidik yang bertanggung jawab dalam mendidik serta membimbing anaknya
agar bisa menjadi manusia yang berguna bagi orang yang ada di sekitarnya.
Pendidik atau guru dituntut untuk mampu
melaksanakan sejumlah tugas dan tanggung jawab. Tanggung jawab seorang pendidik yaitu mengupayakan
perkembangan seluruh potensi anak didiknya
baik potensi psikomotor, kognitif maupun
afektif. kedua orang tua menjadi Penanggung jawab utama pendidikan anak
ketika dia di luar pendidikan formal/sekolah, maka guru atau pendidik merupakan
penanggung jawab utama pendidikan anak melalui proses pendidikan formal anak
yang berlangsung di sekolah, karena tanggung jawab merupakan konsekuensi logis
dari sebuah amanat yang dipikulkan di atas pundak para guru dan pendidikan di
lingkungan sekolahnya. Tanggung jawab guru juga sebagai model atau teladan, dan
sebagai penggerak masyarakat.
Guru atau juga pendidik juga mempunyai tanggung jawab kepada masyarakat sekitar madrasah.
Karena keberadaannya sangat lah berpengaruh yang baik bagi masyarakat. Selain itu
juga akan mendapat pahala yang tidak akan pernah habis tatkala anak didiknya
mampu mengajarkan kembali ilmu yang diperolehnya. atau diamalkan oleh para
peserta didik dan menjadi amal jariyah bagi pendidik.
Tugas-tugas dan tanggung jawab pendidik harus
didukung oleh sejumlah kriteria agar tugas dan tanggung jawab tersebut dapat
terlaksana dengan baik dan mendapatkan hasil maksimal. Sejumlah kriteria
tersebut antara lain guru harus menguasai bidang ilmu yang diajarkannya, guru
harus berakhlak mulia, sabar, pemaaf, kasih sayang, rendah hati, ikhlas, dan
guru harus mengetahui bakat, minat, tabi’at, dan watak anak didiknya.
Daftar Pustaka
Alfiah, Hadis
Tarbawi, Pekanbaru: Al- Mujtahadah Press, 2010
Basri, Hasan
dan Ahmad, Beni. Ilmu Pendidikan
Islam (jilid II), Bandung: Pustaka Setia, 2010
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam di sekolah, madrasah, dan
perguruan tinggi, Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada, 2009
Nata, Abuddin dan
Fuzan. Pendidikan dalam Perspektif Hadis, Jakarta: UIN Jakarta Press,
2005
Nizar,
Samsul. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta:
Kalam Mulia, 2009
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam,
Jakarta: Kalam Mulia, 2004
Tafsir,
Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam
Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994
Umar, Bukhari. Hadis tarbawi, Jakarta: Amzah, 2014
[3] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 1994), hlm. 74.
[6]
Ibid., hlm. 38-42
[7] Muhaimin, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam di sekolah, madrasah, dan perguruan tinggi, (PT
Rajagrafindo Persada : Jakarta, 2009), hlm. 50-51
[8] Hasan Basri dan Beni Ahmad, Ilmu Pendidikan Islam (jilid II), (Bandung:
Pustaka Setia, 2010), hlm. 93
[16] Abuddin Nata dan Fauzan, Pendidikan dalam Perspektif Hadis, (Jakarta:
UIN Jakarta Press, 2005), hlm. 215-217

Tidak ada komentar:
Posting Komentar