Rabu, 20 Januari 2016

TANGGUNGJAWAB PENDIDIK

BAB I
PENDAHULUAN

Pendidik merupakan seseorang yang berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan, pendidik identik dengan seorang guru, namun dalam arti yang luas pendidik tidak terbatas hanya pada seorang  guru saja, misalnya seorang dosen, konselor, pamong belajar, widyasuara, tutor, instuktur, fasilisator, juga dikatakan sebagai seorang pendidik. Dalam analisa Zainal Efendi Hasibuan dari hadis-hadis Rasulullah SAW, terdapat sejumlah istilah yang di gunakan untuk menyebut seorang guru yaitu Murabbi, Mu’allim, Mudarris, Muzakki, Mursyid, dan Mutli.
Pendidik tidak hanya terpaku pada posisi guru saja, namun orang tua merupakan pendidik  yang mempunyai tanggung jawab yang paling besar kepada anaknya. Dikatakan demikian, karena orang tua merupakan pendidik yang paling berpengaruh besar terhadap perkembangan maupun psikologi anak tersebut. Dalam sebuah hadist yang menyatakan bahwa orang tua merupakan pendidik yang akan di mintai pertanggung jawabannya tentang urusannya yakni anak didik.
Untuk lebih jelasnya dalam makalah ini akan dibahas lebih mendalam mengenai tanggung jawab seorang pendidik menurut hadist. Dan dikemukakan pula mengenai hadist-hadist yang berkenaan dengan tanggung jawab pendidik.

BAB II
 TANGGUNG JAWAB PENDIDIK
A.    Pengertian Pendidik dalam Perspektif Islam
Secara umum, pendidik adalah orang yang bertanggung Jawab untuk mendidik.[1] Sedangkan secara etimologi, pendidik adalah orang yang melakukan bimbingan. Pengertian ini memberi kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam pendidikan.[2] Dalam UU Sisdiknas No.20 tahun 2003, dijelaskan bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyasuara, tutor, instruktur, fasilisator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Secara bahasa pendidik adalah orang yang mendidik.
Pendidik dalam Islam ialah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam islam, orang yang paling bertanggung jawab tersebut adalah orang tua (ayah dan ibu) anak didik. Tanggung jawab itu di sebabkan sekurang-kurangnya ada dua hal yaitu:
1.                  Kodrat: kedua orang tua di takdirkan menjadi orang tua anaknya, dan karena itu di takdirkan pula bertanggung jawab mendidik anaknya.
2.                   Kepentingan kedua orang tua: orang tua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya adalah sukses orang tua.[3]
Sebagaimana sabda Rasul saw tentang tanggung jawab seorang pendidik :
أَخْبَرَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ حَدَّثَنَا الأَوْزَاعِىُّ حَدَّثَنِى هَارُونُ بْنُ رِئَابٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: ))اغْدُ عَالِماً أَوْ مُتَعَلِّماً أَوْ مُسْتَمِعاً أَوْ مُحِبًّا، وَلاَ تَغْدُ فِيمَا بَيْنَ ذَلِكَ فَإِنَّ مَا بَيْنَ ذَلِكَ جَاهِلٌ ، وَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ تَبْسُطُ أَجْنِحَتَهَا لِلرَّجُلِ غَدَا يَبْتَغِى الْعِلْمَ مِنَ الرِّضَا بِمَا يَصْنَعُ((

B.       Makna Mufradat
اغْد                    : pergilah segera dan tujulah sehingga jadilah
عَالِماً                  : orang yang berilmu (jamaknya ulama)
مُتَعَلِّماً                 : pendidik
مُسْتَمِعاً               : pendengar (pengkajian ilmu)
مُحِبًّا                   : pencinta ilmu

C.      Terjemah:
Bersumber dari Abdullah bin Mas’ud bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Jadilah kamu orang yang alim atau seorang pendidik atau pendengar atau pencinta (ilmu; ulama) dan janganlah kamu tidak menjadi seorang di antara kesemuanya sebagai seorang yang bodoh, karena sesungguhnya malaikat senantiasa membentangkan sayapnya untuk seorang yang menuntut ilmu.” H.R. Thabrani

D.      Kandungan Hadits
1.    Pengertian Guru dan peranannya
Pendidik atau guru dalam islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa). Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan kepada peserta didiknya dalam perkembangan dan rohaninya, agar menjadi tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah swt. Dan mampu melaksanakan tugas sebagai makhluk social dan sebagai makhluk individu yang mandiri.[4]
Pendidik pertama dan utama adalah orang tua sendiri. Mereka berdua yang bertanggunga jawab penuh atas kemajuan perkembangan anak kandungnya, karena sukses tidaknya anak sangat tergantung kepada pengasuhan, perhatian, dan pendidikannya. Kesuksesan anak kandung merupakan cermin atas kesuksesan orang tua juga sebagaimana firman Allah swt:
 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ -٦-
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia Perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S. Al-tahrim: 6)

Pendidik dalam konteks ini adalah mereka yang memberikan pelajaran peserta didik, yang memegang suatu mata pelajaran tertentu di sekolah. Orang tua sebagai pendidik pertama dan utama terhadap anak-anaknya, tidak selamanya memiliki waktu yang leluasa dalam mendidik anak-anaknya. Selain karena kesibukan kerja, tingkat efektivitas dan efisiensi pendidikan tidak akan baik jika pendidikan hanya dikelola selama alamiah. Oleh karena itu, anak lazimnya dimasukkan kedalam lembaga sekolah. Penyerahan peserta didik ke lembaga sekolah bukan berarti melepaskan tanggung jawab orang tua sebagai pendidik yang pertama dan utama, tetapi orang tua tetap mempunyai saham yang besar dalam membina dan mendidik anak kandungnya.[5]
Menurut Abuddin Nata, secara sederhana tugas pendidik adalah mengarahkan dan membimbing para murid agar semakin meningkat pengetahuannya, semkin mahir keterampilannya dan semakin terbina dan berkembang potensinya. Sedangkan tugas pokok pendidik adalah mendidik dan mengajar. Mendidik ternyata tidak semudah mengajar. Abuddin Nata juga merinci bahwa tugas pokok guru (pendidik) adalah mengajar dan mendidik. Mengajar di sini mengacu kepada pemberian pengetahuan (transfer of knowledge) dan melatih keterampilan dalam melakukan sesuatu, sedngkan mendidik mengacu pada upaya membina kepribadian dan karakter si anak dengan nilai-nilai tertentu, sehingga nilai-nilai tersebut mewarnai kehidupannya dalam bentuk perilaku dan pola hidup sebagai manusia yang berakhlak.
Sedangkan Ramayulis menguraikan tugas pendidik sebagai waratsat al anbiya’ (pewarits nabi), pada hakikatnya mengemban rahmat lil ‘alamin yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hokum-hukum Allah, guna memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Untuk melaksanakan tugas dan ujian, pendidik harus bertitik tolak pada amar ma’ruf nahi mungkar, menjadikan prinsip tauhid sebagai pusat kegiatan penyebarab misi iman, islam dan ihsan, kekuatan yang dikembangkan oleh pendidik adalah individualitas, social dan moral.
Adapun Usman menyoroti tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Dia harus menarik simpati sehingga dia menjadi idola para siswanya. Pelajaran apapun yang diberikan hendaknya dapat memotivasi bagi siswanya dalam belajar. Sedangkan tugas guru dalam bagian lain adalah terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pada bidang ini guru merupakan komponen strategis yang memilih peran yang penting dalam menentukan gerak maju kehidupan bangsa.[6] Dalam buku Muhaimin dari hasil telaah terhadap istilah-istilah guru dalam literature kependidikan Islam ditemukan bahwa guru adalah orang yang memiliki fungsi dan karakteristik serta tugas-tugas sebagai berikut :
FUNGSI GURU/ PENDIDIK SERTA KARAKTERISTIK DAN TUGASNYA DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM
NO
FUNGSI GURU/ PENDIDIK
KARAKTERISTIK DAN TUGAS
1.
Ustadz
Orang yang berkomitmen terhadap profesionalitas, yang melekat pada dirinya sikap dedikatif, komitmen terhadap mutu  proses dan hasil kerja, serta sikap continuous improvement
2
Mu’allim
Orang yang menguasai ilmu dan mampu mengembangkannya serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoretis dan praktisnya, atau sekaligus melakukan transfer ilmu/ pengetahuan, internalisasi, serta amaliah (implementasi)
3
Murabby
Orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi, serta mampu mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya.
4
Mursyid
Orang yang mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri, atau menjadi pusat anutan, teladan dan konsultan bagi peserta didiknya.
5
Mudarris
Orang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi, serta memperbarui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.
6
Mu’addib
Orang yang mampu menyiapkan peserta didik untuk bertanggung jawab alam membangun peradaban yang berkualitas di masa depan.

Dilihat dari keenam karakteristik tersebut, maka karakteristik pertama mendasari karakteristik lainnya. Dalam konteks pendidikan Nasional, tugas pokok guru yang profesionaal adalah mendidik, mengajar dan melatih, yang ketiga-tiganya diwujudkan dalam kesatuan kegiatan pembelajaran.Dalam konteks pendidikan Islam, karakteristik ustadz (guru yang professional) selalu tercermin dalam segala aktivitasnya sebagai murabbiy, mu’allim, mursyid, mudarris, dan mu’addib. Dengan demikian, guru/ pendidik PAI yang professional adalah orang yang menguasai ilmu pengetahuan (agama Islam) sekaligus mampu melakukan transfer pengetahuan agama Islam, internalisasi, serta alamiah(implementasi); mampu menyiapkan peserta didik agar tumbuh dan berkembang kecerdasan dan daya kreasinya untuk kemaslahatan diri dan masyarakatnyaa; mampu menjadi model / sentral  identifikasi diri dan konsultan bagi peserta didiknya; memiliki kepekaan informasi, intelektual dan moral-spiritual serta mampu mengembangkan bakat, minat dan kemampuan peserta didik; dan mampu menyiapkan peserta didik untuk bertanggung jawab dalam membangun peradaban yang diridhai oleh Allah.[7]

2.         Karakteristik Guru
Pendidik adalah profil manusia yang setiap hari didengar perkataannya, dilihat dan mungkin ditiru perilakunya oleh murid-muridnya di sekolah. Oleh karena itu, seorang pendidik harus memenuhi syarat-syarat berikut :
a.       Beriman kepada Allah Allah swt dan beramal saleh
b.      Menjalankan ibadah dengan taat
c.       Memiliki sikap pengabdian yang tinggi kepada dunia pendidikan
d.      Ikhlas dalam menjalankan tugasnya
e.       Menguasai ilmu yang diajarkan kepada anak didiknya
f.        Profesional dalam menjalankan tugasnya
g.      Tegas dan berwibawa dalam menghadapi masalah yang dihadapi[8]
  Syaikh Ahmad Al-Rifa’i mengungkapkan, bahwa seseorang bisa dianggap sah untuk dijadikan sebagai pendidik dalam pendidikan islam apabila memenuhi dua kriteria:[9]
(1) Alim; yaitu mengetahui betul tentang segala ajaran dan syari’ahnya Nabi Muhammad saw, sehingga dia kan mampu mentransformasikan ilmu yang komprehensif.
(2) Adil riwayat; yaitu tidak pernah mengerjakan satupun dosa besar dan mengekalkan dosa kecil, seorang pendidik tidak boleh fasik, sebab pendidik tidak hanya bertugas mentranformasikan ilmu kepada anak didiknya namun juga pendidik harus mampu menjadi contoh dan suri tauladan bagi seluruh peserta didiknya.
Imam Al-Ghazali menyusun sifat-siafat yang harus dimiliki seorang pendidik adalah:[10]
a.       memandang murid seperti anaknya sendiri
b.      tidak mengharapkan upah atau pujian, tetapi mengaharapkan keridhoan Allah dan berorientasi mendekatkan diri kepada-Nya
c.       memberi nasehat dan bimbingan kepada murid bahwa tujuan menuntut ilmu ialah mendekatkan diri kepada Allah
d.      menegur murid yang bertingkah laku buruk dengan kasih saying;
e.       tidak fanatic terhadap bidang study yang diasuhnya;
f.        memperhatikan fase perkembangan berpikir murid;
g.      memperhatikan murid yang lemahdengan memberinya pelajaran yang mudah dan jelas, dan;
h.      mengamalkan ilmu.
Sedangkan Abdurrahman An-Nahlawi menjelaskan bahwa karakteristik tugas seorang pendidik adalah mengkaji dan mengajarkan ilmu illahi, sesuai dengan firman Allah swt:
مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَن يُؤْتِيَهُ اللّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُواْ عِبَاداً لِّي مِن دُونِ اللّهِ وَلَـكِن كُونُواْ رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنتُمْ تَدْرُسُونَ –
٧٩-
“Tidak mungkin bagi seseorang yang telah Diberi kitab oleh Allah, serta hikmah dan kenabian, kemudian dia berkata kepada manusia, “Jadilah kamu penyembahku, bukan penyembah Allah,” tetapi (dia berkata), “Jadilah kamu pengabdi-pengabdi Allah, karena kamu mengajarkan kitab dan karena kamu mempelajari-nya!”
(Q.S. Ali-Imran: 79)[11]
Adapun pendapat dari Syamsul Nizar yang merinci karakteristik tugas seorang pendidik ialah sebagai berikut:
a.       sebagai pengajar (instruksional); bertugas merencanakan program pengajaran
b.      sebagai pendidik (educator);
c.       sebagai pemimpin (managerial).[12]
Maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik seorang pendidik tidak hanya mengajar dan mendidik semata, tetapi juga sebagai pembimbing yang mampu mangarahkan peserta didiknya menjadi manusia paripurna atau insan kamil. Dan seorang pendidik tidak hanya dituntut untuk menjadikan peserta didiknya untuk berilmu pengetahuan saja, tetapi juga berakhlak mulia, sehingga peserta didik tersebut dapat berinteraksi dalam kehidupan sosialnya.

3.      Kedudukan dan Keutamaan Guru
Keutamaan seorang pendidik terletak pada tugas yang diembannya. Tugas yang diemban seorang pendidik hampir sama dengan tugas seorang Rasul.[13] Adapun keutamaan pendidik dalam ajaran Islam adalah bahwa pendidik atau guru sangat dihargai kedudukannya. Kedudukan seorang guru atau pendidik telah dijelaskan oleh Allah maupun oleh Rasulnya dalam Al-Qur’an  surat Mujadalah ayat 11:
يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٖۚ
“niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”
Berdasarkan firman Allah swt tersebut membuktikan bahwa begitu tingginya kedudukan bagi orang mempunyai ilmu pengetahuan seperti guru yang profesional yang telah memenuhi syarat –syarat yang telah ditentukan.[14] Hal ini beralasan bahwa dengan pengetahuan dapat menghantarkan manusia untuk  selalu berpikir dan menganalisa hakikat semua fenomena yang ada pada alam, sehingga mampu membawa manusia semakin dekat dengan Alllah. Dan dengan kemampuan yang ada pada manusia terlahir teori-teori untuk kemaslahatan manusia. [15]
E.       Tugas Pendidik
1.      Tugas guru secara professional
Agar guru dapat menunaikan tugasnya dengan baik dan dapat bertindak sebagai tenaga pengajar yang professional, maka ia harus memmilki berbagai kompetensi keguruan dalam melaksanakan fungsinya sabagai guru. Sebagaiaman sabda Rasul saw: “apabila suatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.” Hal ini sejaaln dengan firman Allah yang artinya:”bekerjalah kamu menurut keahlianmu sekalian”.
Pada dasarnya guru harus memiliki 3 kompetensi, yaitu:
a.       Kompetensi Kepribadian
Setiap guru mempunyai kepribadian tersendiri yang tidak sama dengan guru yang lainnya walaupun mereka sama-sama memiliki pribadi keguruan.
b.      Kompetensi atas bahan pengajaran
Penguasaan yang mengarah kepada spesialisasi (takhassus) atas ilmu atau kecakapan/pengetahuan yang diajarkan, serta penguasaan yang meliputi bahan bidang study sesuai dengan kurikulum.
c.       Kompetensi dalam cara mengajar
Kompetensi ini meliputi:
1.      Merencanakan atau menyusun setiap program satuan pelajaran
2.      Mempergunakan dan mengembangkan mdia pendidikan
3.      Mengembangkan dan mempergunakan semua metode-metode mengajar.
Ketiga aspek kompetensi tersebut harus berkembang secara selaras dan tumbuh terbina dalam kepribadian guru. Dengan demikian itu dapat diharapkan daripadanya untuk mengarahkan segala kemampuan dalam mengajar secara profesional dan efektif. [16]
F.     Tugas Guru dalam dunia pendidikan
1.      Sebagai orang yang mengkomunikasikan ilmu pengetahuan.
Dengan tugasnya ini, maka guru harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang bahan yang diajarkannya. Sebagai tindak lanjut dari tugas tersebut, maka seorang tidak boleh berhenti belajar, karena pengetahuan yang diberikan kepada anak didiknya harus terlebih dahulu dia mempelajarinya. Hal ini sesuai dengan hadis yang artinya: ”Sampaikanlah (pengetahuan) dariku walau hanya satu ayat.”
2.      Sebagai model/teladan
Bidang study yang diajarkan guru merupakan sesuatu yang berguna dan dipraktekannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga guru tersebut menjadi model atau contoh nyata. Hal ini akan lebih Nampak pada pelajaran akhla, keimanan, kebersihan, dan sebagainya. Jika guru sendiri tidak memperlihatkan keindahan dan manfaat pelajaran yang dijarkannya, jangan diharapkan anak didiknya akan menunjukkan antusias terhadap pelajaran tersebut.
3.      Sebagai penggerak (Motivator Msyarakat)
Guru hendaknya menyatu dengan masyarakat dimana ia hidup dan dapat mengontrol anak didik dalam kehidupan masyarakat. Seorang guru harus memperhatikan kepentingan umum, dan juga guru harus memperhatikan enampilan fifik maupun penampilan moralnya. Guru pun harus memberi motvasi kepada masyarakat dalam belajar dan bekerja.[17]
G.    Tugas Guru dalam Proses Belajar-Mengajar
1.    Sebagai demonstrator
Sebagai seorang demonstrator, lecturer, atau pengajar, guru hendaknya menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkankemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini sangat menetukan hasil belajar yang akan dicapai oleh siswa.
2.    Sebagai mediator dan fasilitator
Sebagai mediator guru hendaknya meiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan, karena media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. Dengan demikian, media pendidikan merupakan dasar yang sangat penting yang bersifat melengkapi dan merupakan bagian integral demi berhasilnya proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Sebagai mediator, guru pun sebagai perantara dalam hubungan antar manusia. Untuk keperluan itu, guru harus terampil menggunakan pengetahuan tentang bagaimana orang berinteraksi dan berkomunikasi. Tujuannya agar guru dapat menciptakan secara maksmal kualitas lingkungan yang unteraktif.
Sedangkan sebagai facilitator, guru hendaknya mampu mengusahakan sumber balajar yang berguna serta dapat menunjang pencapaian tujuan dan proses belajar-mengajar, baik yang berupa narasumber, buku teks, majalah, ataupun surat kabar.
3.      Sebagai Evaluator
Setiap jenis pendidikan atau bentuk pendidikan pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan, akan selalu diadakan evaluasi, artinya pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan selalu mengadakan penelitian terhadap hasil yang dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun pendidik. Demikian pula dalam satu kali proses belajar-mengajar guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan itu sudah tercapai atau belum, dan apakah materi yang telah diajarkan itu sudah cukup tepat. Semua pertanyaan itu akan diawab melalui kegiatan evaluasi atau penilaian.[18]




BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pendidik adalah orang yang melakukan bimbingan, hal ini berarti pendidik dapat diartikan sebagai orang yang melakukan kegiatan dalam pendidikan. Pendidik tidak hanya terpaku pada guru yang kita kenal selama ini, namun orang tua juga dikatakan sebagai pendidik yang bertanggung jawab dalam mendidik serta membimbing anaknya agar bisa menjadi manusia yang berguna bagi orang yang ada di sekitarnya.
 Pendidik atau guru dituntut untuk mampu melaksanakan sejumlah tugas dan tanggung jawab. Tanggung jawab seorang pendidik yaitu mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didiknya  baik potensi psikomotor, kognitif maupun  afektif. kedua orang tua menjadi Penanggung jawab utama pendidikan anak ketika dia di luar pendidikan formal/sekolah, maka guru atau pendidik merupakan penanggung jawab utama pendidikan anak melalui proses pendidikan formal anak yang berlangsung di sekolah, karena tanggung jawab merupakan konsekuensi logis dari sebuah amanat yang dipikulkan di atas pundak para guru dan pendidikan di lingkungan sekolahnya. Tanggung jawab guru juga sebagai model atau teladan, dan sebagai penggerak masyarakat.
Guru  atau juga pendidik juga mempunyai tanggung jawab kepada masyarakat sekitar madrasah. Karena keberadaannya sangat lah berpengaruh yang baik bagi masyarakat. Selain itu juga akan mendapat pahala yang tidak akan pernah habis tatkala anak didiknya mampu mengajarkan kembali ilmu yang diperolehnya. atau diamalkan oleh para peserta didik dan menjadi amal jariyah bagi pendidik.
Tugas-tugas dan tanggung jawab pendidik harus didukung oleh sejumlah kriteria agar tugas dan tanggung jawab tersebut dapat terlaksana dengan baik dan mendapatkan hasil maksimal. Sejumlah kriteria tersebut antara lain guru harus menguasai bidang ilmu yang diajarkannya, guru harus berakhlak mulia, sabar, pemaaf, kasih sayang, rendah hati, ikhlas, dan guru harus mengetahui bakat, minat, tabi’at, dan watak anak didiknya.




Daftar Pustaka

Alfiah, Hadis Tarbawi, Pekanbaru: Al- Mujtahadah Press, 2010
Basri, Hasan dan Ahmad, Beni.  Ilmu Pendidikan Islam (jilid II), Bandung: Pustaka Setia, 2010
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di sekolah, madrasah, dan perguruan tinggi, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2009

Nata, Abuddin dan Fuzan. Pendidikan dalam Perspektif Hadis, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005

Nizar, Samsul.  Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2009

Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2004

Tafsir, Ahmad.  Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994

Umar, Bukhari.  Hadis tarbawi, Jakarta: Amzah, 2014





[1] Bukhari Umar, Hadis tarbawi, (Jakarta: Amzah, 2014), hlm. 68
[2] Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), hlm. 49.  
[3] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994), hlm. 74.  
[4] Alfiah, Hadis Tarbawi, ( Pekanbaru: Al- Mujtahadah Press, 2010), hlm. 35-36
[5] Ibid., hlm. 35-37
[6] Ibid., hlm. 38-42
[7] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di sekolah, madrasah, dan perguruan tinggi, (PT Rajagrafindo Persada : Jakarta, 2009), hlm. 50-51
[8] Hasan Basri dan Beni Ahmad, Ilmu Pendidikan Islam (jilid II), (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 93
[9] Alfiah,op.cit., hlm. 44
[10] Ibid., Hlm. 45
[11] Ibid.,
[12] Ibid., hlm. 47-48
[13] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), hlm. 157
[14]  Alfiah, op. cit., hlm. 49-50
[15] Samsul Nizar, op. Cit., hlm. 154
[16] Abuddin Nata dan Fauzan, Pendidikan dalam Perspektif Hadis, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), hlm. 215-217
[17] Ibid., hlm 217-222
[18] Ibid., hlm. 222-225

Tidak ada komentar:

Posting Komentar